Ilustrasi |
“Saya tahu Dikbud serius tetapi terbentur kendala klasik berupa keterbatasan anggaran, namun Rp1.015.000 tidak manusiawi dan kalau diberikan empat sampai lima bulan sekali sungguh ironis, karena mereka tidak mungkin bisa menghidupi diri sendiri, apalagi keluarga,” katanya di Ambon, Kamis kemarin (28/02/2019).
Selaku ketua komisi C DPRD Maluku, Anos mengaku telah melakukan kunjungan pengawasan bidang infrastruktur di enam kabupaten dan Kota Ambon, dan menerima banyak keluhan dari para guru kontrak tentang honor mereka yang kecil, di bawah standar UMP, dan selalu terlambat.
Saat melakukan kunjungan pengawasan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dirinya didatangi 119 guru kontrak yang mengeluhkan pembayaran honor mereka sering terlambat dan nilainya terlalu minim.
“Perkembangan potret pendidikan Maluku cukup berat dan bisa dipahami karena situasi kondisi keuangan kita yang memaksa pendidikan juga tidak bisa berbuat banyak,” ujarnya.
Bagi guru kontrak di dalam kota Ambon saja sudah sulit, apalagi bagi mereka di daerah terpencil dan terluar seperti Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Kabupaten Kepulauan Aru, Seram Bagian Timur, atau atau Kabupaten Maluku Barat Daya.
“Minimal ada upaya peningkatan kenaikan honor yang bisa setara dengan standar UMP Maluku di atas level Rp2 juta bagi para guru kontrak,” harapnya.
Wakil ketua DPRD Maluku, Syaid Mudzakit Assagaf (F-PKS) menjelaskan, penetapan angka Rp1.015.000 bagi para guru kontrak sebelumnya sudah dibahas DPRD dan akhirnya dtetapkan sejak beberapa waktu lalu.
“Pembahasannya sudah melalui DPRD dan kondisi anggaran yang terbatas sehingga ditetapkan seperti itu,” katanya.
0 Comments:
Posting Komentar